Selasa, 16 Juli 2013

4 PENGUSAHA MUDAH SUKSES DI INDONESIA

Indonesia banyak memiliki pengusaha-pengusaha muda yang sukses di bidangnya. Sebagian dari mereka ada yang berasal dari keluarga yang sederhana yang berjuang sekuat tenaga menghadapi kerasnya kehidupan sampai akhirnya menjadi seorang pengusaha sukses yang memiliki penghasilan sampai ratusan juta rupiah per bulan.

Untuk menjadi seorang pengusaha tidaklah mudah, butuh ketekunan, konsistensi dan pantang menyerah dalam menekuni bisnisnya. Mereka yang berhasil adalah seseorang yang tak pernah menyerah walau dengan sekeras apapun cobaan hidup menerpa.

Berikut adalah daftar pengusaha muda sukses yang berasal dari negeri kita, Indonesia tercinta.

1. Andi Nata.

Ia adalah seorang mahasiswa dari Universitas Indonesia yang mengambil jurusan teknik Mesin. Sebuah upaya banting stir ia lakukan dengan mencoba menekuni bidang diluar yang sedang ia tekuni di kampusnya. Ia mencoba terjun di bisnis kuliner. Ia berbisnis masakan aqiqah identik dengan sate dan gulai kambing.

Walaupun ia sama sekali tidak bisa memasak namun karena kemauan kerasnya bahwa ia harus bisa sukses di bisnis kuliner waktu berjalan mengantarkan bisnisnya hingga beromzet ratusan juta rupiah per bulan. Kini masakannya sudah masuk ke Hotel Four Seasons dan tiga hotel bintang empat lainnya di Jakarta.

2. Annur Budi Utama

Orang yang biasa dipanggil mas bonbon ini pernah kuliah di UGM jurusan Teknik Industri tahun 2008, berumur 21 tahun ini adalah pemilik Deepublish Company yang ditaksir memiliki income hingga 200 juta per bulan.

Ia mengungkapkan bahwa rahasia suksesnya adalah langsung action jangan terlalu banyak teori. Dalam berbisnis memang wajib turun di lapangan bukan hanya membahas strategi secara berkepanjangan tanpa bertindak. Setiap apapun yang ditekuni haruslah fokus karena jika setengah-setengah hasilnya tidak akan maksimal. Ia melanjutkan.

3. Nurana Indah Paramita

Bermodalkan 5 juta rupiah, ia dan teman2nya di Institut Teknologi Bandung berhasil mengembangkan pembangkit listrik bernilai jutaan dolar melalui T-Files marine current turbine (turbin arus air laut T-Files).

Ia mulai menekuni pengembangan turbin dari arus air laut sejak tahun 2005. Saat itu mereka harus mengikhlaskan uang saku selama kuliah hingga terkumpul Rp 5 juta. Meski mereka belum mendapat perhatian dari pemerintah, tim tersebut terus mengembangkan teknologi turbin secara nyata.

Kini turbin T-Files nya sudah terpasang sudah terpasang di beberapa pulau di Indonesia seperti Lombok, Jawa dan Bali. Ia bahkan mampu menarik perhatian PLN hingga kontrak 1 megawatt pun akhirnya ditandatangani dan rupiah pun selalu mengalir di kantongnya.

4. Fauzan Adhima Efwandaputra

Ia adalah pengusaha muda berikutnya asal Indonesia yang berbisnis pembuatan sepatu buatan tangan atau handmade shoes. Bermarkas di Bandung ia menjalankan bisnisnya dengan menargetkan konsumen yang memiliki selera tinggi (harga mahal). Harga jual berkisar antara Rp 495.000-Rp 923.000 per pasang.

Selain memiliki toko ritel di Bandung, ia juga memasarkan sepatu buatannya itu ke berbagai daerah, seperti Yogyakarta, Jakarta, dan Bali. Kini Fauzan meraup omzet Rp 50 juta setiap bulan, dengan margin keuntungan 10%-15% dari omzet.

mau wajah anda di pajang disni, tapi harus memiliki satu syarat, ya itu jadi pengusaha muda sukses, seperti mereka di atas ini, hehe, salam sukses buat semua pembaca blog ini


Pedagang tahu beromzet jutaaan



RODA kehidupan memang berputar. Kesabaran, ketekunan, kerja keras,dan pantang menyerah menjadi modal utama seorang pedagang tahu keliling yang kini menjadi bos pabrik yang memproduksi bahan makanan beromzet jutaan rupiah.

Adalah Acim Artasin (45) yang pertama kali menginjakkan kakinya di Jakarta, tepatnya di daerah Kebayoran Lama, sekira 1971 silam. Ketika itu, dia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Kedatangannya di Jakarta langsung membawanya mengenal acara berdagang di pasar tradisional. Akhirnya, sembilan tahun kemudian, Acim mulai menggeluti proses jual beli bahan makanan. Berdagang tahu menjadi pilihan pekerjaan baginya. Bisnis keluarga menjadi salah satu latar belakang Acim untuk ikut serta memasarkan tahu dengan sasaran rumah tangga. Mulailah Acim berdagang tahu keliling yang kala itu keuntungan yang didapatnya tidak lebih dari seratusan ribu rupiah per hari.

Meskipun setiap harinya Acim harus berjalan menyusuri jalan di bawah terik matahari, dia melakukannya untuk kehidupan yang diyakini akan lebih baik. ”Sambil berjualan keliling kompleks perumahan, saya juga mulai mengumpulkan modal untuk usaha,” ujar Acim saat ditemui harian Seputar Indonesia (SINDO) di pabrik tahu miliknya di daerah Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.

Kesabaran, ketekunan, dan kerja keras tanpa mengeluh ternyata membuahkan hasil. Setelah lebih kurang 19 tahun berjualan tahu keliling, modal yang dikumpulkan Acim pun mulai menumpuk. Tidak banyak memang,namun bisa membuat pekerjaannya sedikit lebih ringan. Minimal, dengan modal yang dia punya, bisa membuatnya berjualan tahu di pasar tradisional tanpa harus keliling.

Tahun 2000 mulailah Acim memasarkan tahunya di pasar tradisional. Meskipun sudah berjualan di pasar, Acim tidak berhenti mengumpulkan dana untuk memajukan usahanya. Tiga tahun lamanya di berjualan di pasar, peluang membesarkan usahanya nampak di depan mata. ”Awal 2003, ada pengusaha pabrik tahu yang bangkrut dan menawarkan saya untuk membeli pabrik dan alat-alat produksinya. Kesempatan itu langsung saya ambil,” ucapnya mengenang. Sebuah pabrik pengolahan tahu yang berdiri di atas tanah seluas 100 meter persegi menjadi titik balik perjalanan usaha Acim yang lebih besar. Untuk memulai menjadi seorang bos industri pengolahan bahan makanan, Acim tentu harus merogoh kantong lebih dalam.

Untuk membeli bangunan pabrik pengolahan, dibutuhkan dana yang tidak sedikit, yakni berkisar Rp9 juta. Sementara untuk membeli perabotan dan beberapa alat produksi pengolahan tahu seperti mesin uap,tungku air,dan lainnya, Acim membutuhkan dana minimal Rp7 juta. Tentu saja dana tersebut lumayan besar di mata Acim. Namun, tekadnya sudah sebesar gunung untuk mengambil kesempatan ini dan bisa memulai bisnis dengan keuntungan yang cukup menjanjikan di kemudian hari. Dua tahun kemudian, Acim memutuskan menjalankan bisnis ini. Awal tahun 2005, Acim memberanikan diri meminjam modal ke Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebesar Rp35 juta yang untuk membeli lahan pabrik dan bangunannya beserta peralatan pengolahan tahu.

”Harga tanah sendiri sudah sangat mahal sekitar Rp50 juta, tapi bisa dicicil.Jadi pinjaman dari bank bisa untuk memulai usaha sambil menabung untuk melunasi utang tanah dan utang ke bank,” jelasnya. Sadar tidak mampu menjalankan industri pengolahan makanan seorang diri, Acim merekrut tujuh tenaga kerja yang sudah terampil dalam menjalankan mesin pengolahan maupun yang masih baru. Bahkan,dia pernah mempekerjakan 20 orang sekaligus. Namun, jumlah tersebut tidak bertahan lama.Kini,di pabrik kecil miliknya itu, dia mempekerjakan sedikitnya sembilan tenaga kerja.

Acim menceritakan, pada awalnya, industri pengolahan tahu miliknya hanya mampu memproduksi sedikitnya 1 kuintal tahu per hari yang kemudian didistribusikan ke pasar tradisional di daerah Ciputat dan sekitarnya. Menurutnya, tidak banyak keuntungan atau omzet yang diperolehnya pada masa awal menjalankan bisnis ini. ”Paling besar keuntungan per hari hanya Rp300.000. Itu pun sudah dikurangi dengan belanja bahan dasar pembuat tahu dan upah pekerja di sini,” paparnya. Optimisme terpancar dalam diri Acim. Meskipun kondisi awal tidak menguntungkan dan jauh dari ekspektasinya, dia tetap yakin bisnis yang dijalankan akan membawanya pada kehidupan yang lebih baik.

Optimisme yang tinggi membawanya bekerja lebih keras. Alhasil, perlahan tapi pasti, pabrik miliknya mulai berkembang. Acim bukanlah orang pertama yang memiliki pabrik pengolahan tahu di daerah Ciputat dan sekitarnya. Kerasnya persaingan dan kualitas bahan makanan jadi yang diolah di pabrik dan dipasarkan di pasar tradisional membuat Acim tidak boleh menyerah. Alhasil,kini pabrik pengolahan tahu miliknya mampu memproduksi sedikitnya 6 kuintal tahu per hari untuk dipasarkan di rekanannya di pasar Ciputat dan sekitarnya. Lebih dari 1.000 tahu putih ukuran besar dan 790 tahu ukuran kecil yang biasanya dikonsumsi di rumah tangga dihasilkan dari pabrik kecil miliknya. Tentu saja, kuantitas ini harus dibayar cukup mahal.

Biaya produksi dalam sehari mencapai Rp5 juta. Biaya itu tidak hanya dipergunakan untuk membeli bahan dasar pengolahan tahu, biaya proses pengolahan,dan upah bagi para pekerjanya. Jika sehari saja biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp5 juta,maka selama kurun waktu satu bulan, dana sebesar Rp150 juta harus dikeluarkan untuk memproduksi tahu-tahu berkualitas dan bergizi tinggi. Keuntungan yang didapatnya pun terbilang sudah cukup besar baginya. Jika pada awalnya hanya meraup keuntungan Rp300.000 per hari, kini omzetnya jauh di atas itu. Sayangnya, dia enggan menyebutkan omzet yang didapatnya kini.

”Yang jelas bisa untuk menutupi biaya produksi dan bisa membayar cicilan utang ke bank,” katanya sambil tersenyum. Untuk mendistribusikan hasil pengolahannya, Acim juga memiliki sebuah mobil operasional berjenis pikap yang siap mengantarnya ke pasar tradisional setiap malam. Salah satu kebanggaannya dengan bisnis ini, Acim sudah berhasil mengantarkan anaknya menjalani proses pendidikan tinggi di sebuah perguruan tinggi di Kota Bandung.

Setiap usaha menuju kesuksesan kerap menemui hambatan. Begitu pula yang terjadi pada bisnis industri pengolahan bahan makanan yang dirintis Acim.

Langkahnya menapaki dunia usaha tidak berjalan mulus. Insiden kebakaran yang melanda pabrik tahu miliknya adalah duka terdalam selama dia menjalankan bisnis ini. Amukan si jago merah pada 2005 silam membumihanguskan seluruh bangunan pabrik tahu beserta isinya. Beruntung, rumah tinggalnya yang persis berdampingan dengan pabrik itu tidak ikut habis terbakar. ”Semua ludes dan tidak bersisa. Yang tersisa hanya pakaian yang menempel di badan saja. Ini cobaan terberat selama saya menjalankan usaha ini,” kenang Acim. Kebakaran yang terjadi lima tahun silam bermula karena mampetnya minyak tanah dalam tungku sehingga membuat api di tungku uap membesar dan melahap seluruh barang di dalamnya.

Kerja keras Acim pun seolah habis tidak bersisa. Akibat insiden amukan si jago merah tersebut, Acim mengalami kerugian sekitar Rp100 juta,angka yang cukup besar baginya. Pascakebakaran,tentu saja semua harus dimulai dari awal lagi. Acim mulai mengumpulkan modal untuk melanjutkan usahanya. Acim pun menggadaikan mobil operasional miliknya untuk mendapatkan dana Rp35 juta. ”Waktu itu tidak berutang lagi karena dibantu oleh saudara-saudara saya yang menyumbangkan barang-barang berharga untuk modal saya.Dari saudara-saudara,saya dapat Rp30 juta,”papar Acim. Tidak mau menyerah dengan keadaan, Acim mulai merangkai kembali usahanya.Tragedi kebakaran tersebut justru semakin memperbesar usahanya.

Bangunan pabrik yang semula hanya 100 meter persegi kini diperlebar hingga menjadi 200 meter persegi.Bangunan pabrik miliknya terlihat lebih luas dan bisa dipergunakan untuk memaksimalkan produksi tahu.Selain itu,dia juga berhasil menebus kembali mobil operasional yang digadaikan untuk memulai usaha pascakebakaran. Bahkan, kini Acim sudah terlihat lebih maju beberapa langkah. Pada sepetak lahan di depan pabriknya, terparkir sebuah mobil keluarga. Meskipun dibeli dengan mencicil Rp4,5 juta per bulan, mobil itu seolah menjadi bukti keberhasilan kerja keras Acim

3 KISAH SUKSES PENGUSAHA MUDA

Berbagai kisah sukses pengusaha muda menunjukkan bahwa pemuda pun ternyata bisa menjadi pengusaha. Pandangan yang banyak terjadi adalah pengusaha hanyalah orang-orang yang berusia tua. Saat ini, pandangan tersebut ternyata salah. Jika menelusuri dunia bisnis saat ini, kita pasti akan menemukan ada begitu banyak pengusaha berasal dari kalangan muda.
Pandangan lain yang muncul adalah bahwa pengusaha merupakan orang-orang bermodalkan uang banyak. Mereka sukses dan menjadi kaya raya dari hasil bisnisnya. Mulai sekarang, tampaknya pikiran seperti itu harus di ubah. Kenyataannya, banyak kisah sukses pengusaha muda yang memulai bisnis dari nol dengan modal pas-pasan.
Adapula yang beranggapan bahwa bisnis semata-mata untuk mengejar kekayaan. Anggapan-anggapan keliru itu menyebabkan anggapan bahwa barometer pengusaha sukses adalah pengusaha yang bisa menciptakan kekayaan melimpah melalui wirausaha yang dibangun. Padahal, untuk memulai bisnis, hal yang paling utama adalah keberanian dan optimism untuk mau meekuni wirausaha.
Henry Indraguna – Ikon Pengusaha Muda Cuci Mobil Busa Salju
Kita mungkin pernah mendengar nama Henry Indraguna. Dia adalah salah satu ikon kisah sukses pengusaha muda. Pria muda kelahiran Bandung pada 28 Agustus 1973 ini merupakan bos pemilik The Auto Bridal Indonesia, sebuah tempat usaha cuci mobil “busa salju”. Dalam membangun bisnisnya ini, henry berkali-kali mengalami jatuh bangun. Berbagai bidang wirausaha pun pernah dijalaninya. Namun, ia selalu bangkrut dan kembali dari nol.
Kini usaha cuci mobil garapan Henry telah mencapai omset sebesar 7,5 miliar rupiah tiap bulan. Suatu keuntungan yang fantastis bagi seorang pengusaha muda bermodalkan pas-pasan. Sebelumnya, Henry yang merupakan lulusan Universitas Maranatha bandung ini pernah bekerja sebagai salesman. Dia kemudian memulai bisnisnya dengan berjualan ayam goring.
Untuk modal bisnis cuci mobil ini, Henry berutang kepada mertua dan kerabatnya. Awal-awal berdiri usaha cuci mobil, Henry agak kurang diminati masyarakat. Namun, Henry menganggap hal itu sebagai sebuah proses “part of game” yang harus dilaluinya. Henry merasa tertantang untuk mengubah citra tempat cuci mobil yang terkesan kotor menjadi bersih dan nyaman. Ia pun mewujudkan dengan inovasi cuci mobil salju The Auto Bridal.
Suami dari Fangky Christina ini terus melakukan inovasi untuk mengembangkan bisnis cuci mobilnya. Henry kemudian mengagagas cuci mobil es krim, salon mobil dan motor bridal. The Auto Bridal Indonesia milik Henry tiap bulan melayani lebih dari 120 ribu unit mobil dengan ongos cuci sebesar Rp. 35.000,00 per unit mobil. Henry kini telah mempunyai sekitar 84 cabang dari The Auto Bridal Indonesia yang terbesar di seuruh Indonesia.
Mantan salesman produk mainan cina ini pernah meraih penghargaan Outstanding Enterpreneurship Award Asia Fasific Enterpreneurship Award (AFEA 2008). Penghargaan itu di berikan atas kerja kerasnya membangun bisnis di usia muda. Keberhasilannya saat ini dirasanya belum cukup. Ia pun berencana akan melebarkan sayap bisnisnya hingga ke Negeri Jiran, Malaysia.
Pengusaha Muda Yang Sukses Dengan Boneka Anatomi
Mengawali bisnis di usia muda ternyata memberikan banyak pembelajaran dan pengalaman unik bagi tiga mahasiswi Jurusan Keperawatan Universitas Indonesia (UI), yakni Yunara Ningrum Nasution, Syifa Fauziah, dan Manggarsari. Meskipun sekarang ini mereka masih disibukan dengan tugas-tugas utama di bangku perkuliahan, namun ketiga dara cantik ini tidak mengubur jiwa entrepreneur dalam dirinya dan mulai membuka peluang usaha yang sesuai dengan bidang pendidikannya.
Memiliki latar belakang pendidikan di bidang kesehatan, tiga remaja yang rata-rata berusia 23 tahun ini berinisiatif membuat boneka anatomi yang dilengkapi dengan organ tubuh seperti layaknya manusia. Tidak seperti boneka anatomi lainnya yang sering kita temui di laboratorium, boneka anatomi buatan Manggar, Syifa, dan Yunara memiliki bentuk yang cantik dan bagian perutnya bisa dibedah untuk memberikan edukasi kepada anak-anak tentang organ penting dalam tubuh manusia, seperti misalnya paru-paru, jantung, hati, lambung, usus besar, maupun usus halus.
Perjalanan Menuju Sukses
Berawal dari obrolan ringan di Kampus Keperawatan Universitas Indonesia, Manggar, Syifa, dan Yunara segera mewujudkan ide segarnya dengan mencari tukang jahit yang bisa memproduksi boneka dan pakaiannya. Setelah melewati beberapa kali uji coba, akhirnya mereka menemukan bentuk yang paling proporsional dan menjadikan boneka tersebut sebagai sampel produk bagi calon konsumennya.
Setelah mendapatkan respon yang cukup bagus dari orang-orang di sekitarnya, mereka mulai menggandeng pabrik boneka yang ada di kota mereka untuk memproduksi boneka anatomi secara massal. Awalnya Manggar, Syifa dan Yunara memproduksi 100 buah boneka dan memakan biaya produksi sekitar Rp 15 juta. Meskipun modal yang dibutuhkan tidaklah murah, namun dengan bantuan modal dan moril dari pihak kampus, tiga sekawan ini bisa mewujudkan impian besar yang mereka miliki.
Mengusung nama “Heuphoria” sebagai merek bonekanya, ketiga mahasiswi semester akhir ini mencoba menggabungkan dua kata utama yaitu Health (kesehatan) dan Euphoria (kesenangan) untuk mengajak para konsumen agar bisa lebih peduli dengan kesehatan. Selain itu, dibarengi dengan visi dan misi yang mereka miliki, kehadiran Heuphoria diharapkan bisa memperkenalkan dunia kesehatan kepada masyarakat, khususnya bagi anak-anak yang berusia dibawah 12 tahun.
Dibandrol dengan kisaran harga Rp 100.000,00 – Rp 200.000,00 per boneka, sekarang ini Heuphoria bisa mengantongi omset hingga Rp 3,5 juta setiap bulannya. Penjualan tersebut mereka dapatkan dengan aktif di media onlineseperti jejaring sosial, blog, email, serta menjalin kemitraan dengan para reseller yang tersebar di beberapa kota besar seperti Bandung, Yogyakarta, Magelang, Kudus, Palembang, Medan, dan lain sebagainya.
Kreativitas dan inovasi baru yang diciptakan ketiga mahasiswi keperawatan tersebut, kini tidak hanya memberikan tambahan penghasilan untuk membayar uang kuliah, namun juga mengantarkan mereka menjadi salah satu pengusaha muda yang sukses dengan boneka anatomi.
Kesuksesan Hendy bisnis KEBAB TURKI BABA RAFI
Hendy Setiono adalah founder sekaligus saat ini menjabat sebagai presiden direktur PT. Baba Rafi Indonesia yang bergerak di bisnis waralaba Kebab Turki Baba Rafi (KBTR) Indonesia dan beberapa produk franchise lainnya. Sebelum memulai usaha ini di tahun 2003, beliau adalah seorang mahasiswa ITS Surabaya. Baru di semester ke 2 ia mulai membuka usaha berjualan kebab, makanan khas Timur Tengah. Ide ini ia dapat ketika mengunjungi orang tuanya di Qatar dengan ongkos dari uang tabungannya untuk pergi kesana. Ternyata disana ia menjumpai banyak orang yang menjual kebab di sepanjang jalan seperti halnya orang yang berjualan bakso di Indonesia. “Begitu saya mencoba dan merasa cocok dengan rasanya, saya terinspirasi untuk membawa makanan kebab ke Indonesia” terang Hendy kepada BU ketika wawancara bersama anak-anaknya.
Di awal ketika ia mencoba memulai usaha ini, ia merasakan adanya tantangan yang cukup berat, dimana ia harus mampu mengedukasi market yang ketika itu posisinya adalah “jangankan mau beli kebab, orang saja nggak kenal apa itu kebab” terang Hendi kepada BU. Mengenai harga jual kebab yang ditetapkan ketika itu juga hanya mengacu pada sekelumit analisis sederhana saja karena pada saat itu beliau belum memiliki rumus pasti dalam menentukan harga jual. Namun disadarinya bahwa semakin usaha ini berjalan, semakin pentingnya pembuatan Harga Pokok Produksi (HPP) yang berorientasi pada biaya produksi yang dikeluarkan.
Untuk memulai usaha ini pada awalnya Hendy bermodalkan empat juta rupiah yang merupakan pinjaman dari adik perempuannya, Hendy memulai usaha kebab dengan menggunakan gerobak yang menyerupai gerobak roti bakar. Ia memilih nama Baba Rafi karena terinspirasi dari nama putra pertamanya, yaitu Rafi. Sementara Baba artinya adalah ayah. Ketika usaha ini sudah mulai berjalan, Hendy tak mau setengah-setengah, ia nekat berhenti kuliah. Padahal sudah empat semester ia lalui di Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Hal itu juga membuat dirinya tidak jarang menerima olok-olok, bahkan ia juga sempat mendapatkan tentangan dari orangtuanya. Tentu bukan hal yang mudah bagi orangtua melihat putranya yang seorang mahasiswa memutuskan berhenti kuliah dan berjualan makanan di gerobak. Namun semua hal itu justru dijadikan motivasi oleh Hendy, ia ingin membuktikan bahwa keputusannya itu tepat. Ia sangat yakin dengan intuisi bisnisnya, walaupun ketika itu dia tidak memiliki modal.
Namun dalam perjalanannya, ternyata semua tidak semudah membalikkan telapak tangan. Di tengah niatnya untuk membuktikan bahwa keputusannya tepat, ia terus dihantui dengan kegagalan usaha, penolakan, kerugian, ada counter yang harus ditutup, dll. Namun ia terus menguatkan mentalnya.
Namun baginya, gagal adalah teman dari kesuksesan, tidak ada seorangpun yang sukses tanpa pernah gagal, “Bagi saya gagal bukanlah suatu hal yang menakutkan tetapi suatu proses untuk menuju jalan kesuksesan” tutur pria yang pernah menjalani profesi pengurus Kadin ini.
Ini dikatakannya karena sampai dengan saat ini ia pernah membangun 14 usaha yang 8 diantaranya gagal tetapi menurutnya ini adalah proses yang harus dipelajari, apa penyebab kegagalannya, dimana letak kesalahannya, dan harus terus diperbaiki di kemudian hari agar kita bisa menjadi lebih baik.
Dia juga menambahkan pentingnya berinovasi, karena selama merintis bisnisnya ini, ia juga terus berusaha melakukan inovasi-inovasi yang baru, baginya Inovasi adalah adaptasi menuju perubahan, dan satu langkah lebih maju yang merupakan kunci menghadapi kegagalan, “saat ini banyak orang yang latah dalam berbisnis dengan konsep meniru, tentu yang seperti ini tidak bisa menjadi market leader”, terang pria yang hobi traveling dan makan ini.
Dikatakannya lagi, di awal perjalanan bisnisnya, ia benar-benar terus melatih mentalnya menjadi lebih kuat. Berbagai kegagalan dan kesulitan yang dialaminya telah membentuk mentalnya menjadi kuat. Dituturkannya bahwa di Eropa banyak orang yang mentalnya kuat namun ide kreatif dalam berbisnis masih kurang. Sementara di Indonesia banyak orang yang memiliki ide kreatif dalam berbisnis, namun tidak disertai daya juang yang tinggi. Sehingga ketika mengalami hambatan di usaha dalam jangka pendek, mereka berhenti dan menganggap itu adalah akhir, padahal seharusnya mereka harus terus berusaha dan berjuang. “Jadi yang harus dimiliki dalam suatu usaha yang sukses adalah mental yang kuat dari para pelakunya, itu kuncinya” tegas pria yang terinspirasi oleh Anies Baswedan ini.
Dalam jatuh bangun perjalanan bisnisnya, dan berbekal ilmu manajemen dan pemasaran yang ditimba dari berbagai seminar, setelah 4 tahun berjalan Kebab Turki Baba Rafi coba dikembangkan oleh Hendy dalam bentuk waralaba. Dan strategi ini berhasil. Bisnis Hendy pun berkibar, ia berhasil mengembangkan bisnisnya dengan membuka cabang sebanyak 100 gerai di 16 kota. Gerobak yang tadinya hanya gerobak biasa, sekarang sudah berevolusi dengan menggunakan bahan terbaik dan desain dengan warna yang menarik sehingga “eye catching” dan menarik minat para pembeli untuk membeli kebab turki Baba Rafi.
Bentuk usaha pun sudah berubah menjadi PT Baba Rafi Indonesia. Kini pada tahun 2011, gerai kebab Baba Rafi telah mencapai 750 outlet yang tersebar di seluruh Indonesia, yang sebagian juga bekerjasama dengan franchisee. Total jumlah karyawan Baba Rafi saat ini total semuanya berjumlah 2400 orang ( karyawan tetap + dari supplier ). Dengan karyawan sebanyak itu, beliau menjadi terpacu untuk melakukan semua hal yang terbaik bagi kemajuan diri dan usahanya.
Apabila dihitung-hitung, Kebab Baba Rafi sudah meraup untung yang sangat menggiurkan, bila ada 750 gerai saat ini dan menurut Hendy setiap gerai menghasilkan profit bersih sebanyak 3 juta rupiah perbulan. Maka Rp.3.000.000 X 750 gerai = 2,25 M keuntungan perusahaannya per bulan. Pria yang bulan Maret 2011 kemarin baru genap menginjak umur 28 tahun ini sudah menghasilkan miliaran rupiah per bulan !
Berawal dari meminjam uang sebanyak 4 juta rupiah kepada sang adik perempuan untuk modal membuka usaha, kini Hendy sudah membuktikan bahwa keputusannya untuk berhenti kuliah dan membuka bisnis ini adalah tepat, dan kini ia telah menjadi miliarder yang memiliki banyak usaha.
Walaupun sudah sukses seperti sekarang ini, namun Hendy masih belum mau berhenti belajar, terbukti di sela-sela kesibukannya menjalankan bisnis kebab turki Baba Rafi, ia menyempatkan untuk pergi keluar negeri untuk mencari ilmu dalam konferensi atau seminar yang dilakoninya untuk diserap ilmunya kemudian ia aplikasikan ilmu itu dalam berbisnis.
Beliau Juga membagi ilmu terbarunya dari Rusia kepada kami, dikatakan bahwa 8 tahun lalu wirausaha belum menjadi “culture” seperti sekarang ini, yang menurut survey BBC bahwa Negara kita adalah Negara nomor satu yang paling mudah untuk memulai berbisnis. Kita sangat beruntung karena apabila memulai usaha di Rusia 30 tahun yang lalu adalah sesuatu yang ilegal karena waktu itu Rusia menganut paham komunis, sehingga semua harus diatur oleh Negara, sehingga akibatnya, jika ada orang Rusia berbisnis itu dianggap ilegal dan melanggar hukum.
Yang terakhir, Hendy juga memberikan pesan kepada generasi muda saat ini, “kita harus lebih dinamis, berkreasi, kreatif dan mampu merealisasikan impian dengan daya juang yang tinggi. Miliki mental yang kuat, itu sangat penting. Tidak mudah berhenti dan menyerah di tengah jalan. Lalu milikilah inisiatif dan ambisi untuk berhasil dengan tujuan memberi manfaat kepada orang lain, seperti contohnya membuka lapangan kerja dan memberi inspirasi bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama” tuturnya panjang lebar dengan mantap. Kini dengan memiliki 2400 orang yang bernaung di bawah usaha Baba Rafi, hal itu terus memacu Hendy untuk terus berinovasi memberikan yang terbaik bagi perkembangan usahanya.
Melalui kisah hidupnya, Hendy juga telah memberikan inspirasi kepada kita semua bahwa keterbatasan modal tidak sepantasnya menjadi halangan bagi kita untuk meraih kesuksesan.
Semoga informasi kisah pengusaha muda sukses yang saya angkat ini bisa memberikan sedikit manfaat bagi para pembaca dan menginspirasi seluruh mahasiswa di Indonesia untuk tidak takut dalam berkarya. Maju terus bisnis mahasiswa dan salam sukses.

Kisah Sukses Pengusaha Muda

Kisah Sukses Pengusaha Muda

Pengusaha Muda kali ini menceritakan seorang pemuda berusia 18 tahun yang sukses dari   bisnis teh kemasan siap saji.  Usaha ini banyak diminati dikarenakan keuntungan yang lumayan besar, dan pembuatannya pun juga tidak sulit. Victor Giovan Raihan seorang pelajar umur 18 tahun dari kota Kepanjen Malang yang kini sukses dari jualan teh racikannya sendiri.
Bermula dari iseng-iseng bikin minuman yang memadukan teh dengan susu fermentsi, tak disangka didapat hasil minuman yang ‘mak nyus’, dan digemari banyak orang. Kini meracik teh plus yoghurt menjadi kegiatan tiap hari sehabis pulang sekolah.
Diawali dengan modal Rp 3 juta pinjaman dari orangtua, kini per outlet paling sedikit bisa menghasilkan Rp 2 juta-an per bulan. Ide nama Teh Kempot berawal dari cara orang meminum teh kemasan tersebut dengan sedotan, jika minumannya terasa enak, sampai habis pun pasti orang akan terus menyedotnya sampai bentuk pipinya kempot. Nah.. akhirnya dinamakan Teh Kempot…
Victor Giovan Raihan yang masih duduk dibangku SMA Negeri 1 Kepanjen, kini sudah memiliki 10 outlet Teh Kempot  yang dikelola sendiri dan ada juga 17 outlet Teh Kempot lain yang dikelola oleh beberapa mitranya. Untuk bisa bermitra dengannya cukup bayar Rp 3,5 juta dengan fasilitas 1 paket booth gerobak, peralatan masak dan 100 gelas kemasan pertama. Outletnya tidak hanya tersebar di daerah Kepanjen atau Malang saja. Ada dua mitra yang berada di Jakarta dan Palembang.
Saat ini Victor belum berani memfranchisekan produk tehnya. Disamping masih sangat pemula, dengan system kemitraan ini marjin keuntungannya bisa 350 persen. Jika dibandingkan kuliner lain seperti, Bakso Mercon yang juga ia kelola, keuntungannya hanya 100 persen.
Awalnya memang Victor lebih dulu jualan bakso sebelum jualan teh yoghurt. Kios baksonya baru ada di lima tempat yang semuanya ada di Kota Malang. Pada tahun ini ia ada rencana menambah lima outlet lagi. Berjalan seiringnya waktu, bisnis yang dikelolanya kini berkembang ke bisnis minuman. Alasannya sangat sederhana, jika orang makan bakso biasanya pasti butuh minum.
Untuk ekspansi usahanya, Victor masih belum mau mengajukan kredit ke badan financial manapun. Karena modal pribadi ditambah pinjamam orangtua masih sangat memungkinkan.  Kisah Sukses Pengusaha Muda ini layak kita jadikan referensi sebagai penyemangat. Jika Victor Giovan Raihan yang masih berusia muda saja bisa sukses, kenapa kita tidak?